Title : Love Again
Length : One-shot
Genre : Romance
Main Cast : Bigbang's G-Dragon, 2NE1's CL, Super Junior's Donghae
*
*
*
*
*
Normal POV
Rintik hujan membasahi jalanan kota Seoul dipagi hari dimana orang-orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing termasuk berangkat kerja. Begitupula yeoja berambut blonde yang sekarang sedang berdiri dihalte menunggu bus yang akan membawanya kekantor tempatnya bekerja.
Chaerin melirik jam yang melingkar ditangannya. Dia sudah ada dikantor sekarang dan ini sudah terlambat satu jam dari jam masuk kantor. Apa boleh buat, hujan pagi ini membuat jalanan macet dimana-mana. Dia berjalan dengan santai menuju ruangannya, walau tak masuk kerja pun boss nya tak akan memarahinya, dia tau itu.
Chaerin POV
Ah akhirnya sampai juga. Lelah sekali jika naik bus seperti ini, tapi mau bagaimana lagi dia yang menginginkan ini. Ingin menyiksaku mungkin. Aku mulai membuka berkas-berkas yang sudah disiapkan sekertarisku. Aish! Kenapa berkas ini banyak sekali. Mungkin aku harus membawa berkas ini kerumah agar bisa menyelesaikannya tepat waktu.
Tok! Tok!
Aigo~ siapa lagi itu? Tidak taukah dia jika aku sedang malas menemui orang? “Ya, masuk!” aku sedikit mengeraskan suaraku agar orang diluar sana dapat mendengarnya.
“Permisi, Nona Lee.” Ah ternyata itu sekertarisku. Dia melangkah masuk bersama seorang namja. Siapa namja itu? Wajahnya tampan. Kulitnya putih bersih dan senyumnya menawan. Aish! Apa yang kau pikirkan Chaerin? Aku membuang pikiran-pikiran aneh yang hinggap dikepalaku dan kembali focus pada sekertarisku yang sudah berada didepan mejaku, tentu saja bersama namja itu juga.
“Mian Nona, Tuan Kim menyuruh saya mengantar Tuan ini keruangan anda.” Ada apa? Siapa namja ini? Kenapa harus diantar keruanganku?
“Ah, geurae. Gomawo ne, kau boleh pergi sekarang.” Ucapku pada yeoja bermarga Song ini. “Baik, Nona.” Ucapnya lalu pergi dari ruanganku.
Sejenak aku menatap heran pada namja ini. Kenapa dia dibawa keruanganku? Aku tidak ada janji dengan seseorang hari ini.
“Annyeonghaseyo, Nona Lee.”
“Ah, ne?” Aku tersentak dari lamunanku karna ucapnnya. “Boleh aku duduk?” ucapnya lagi. To the point sekali orang ini. “Tentu saja, silahkan duduk.” Kupersilahkan dia duduk kemudian dia pun mengambil tempat paling nyaman untuknya duduk.
“Lee Donghae imnida, aku partner kerjamu yang baru. Apa Tuan Kim belum mengatakannya padamu?”
Astaga! Bagaimana aku bisa lupa? Tuan Kim sudah mengatakannya kemarin bahwa partner kerjaku yang baru menggantikan Jaekyung datang hari ini. Kukira partner baruku seorang yeoja, seperti yang sebelum-sebelumnya. Dan tentu saja dia yang mengatur semuanya agar partner kerjaku yeoja. Tapi kali ini sepertinya tidak, dia pasti terlalu sibuk hingga tidak memperhatikan yang satu ini. Dia pasti sibuk dengan wanita-wanitanya itu.
“Mian, aku lupa jika anda akan datang hari ini.” Ucapku sembari tersenyum membuatnya juga tersenyum. Senyumnya lembut juga hangat. Aku memegang dadaku sendiri, aigo jantungku berdetak sekencang ini saat melihatnya tersenyum. Apa aku…? Ah aniya! Itu tak boleh terjadi. Kuasai dirimu, Chaerin. Jangan biarkan itu terjadi.
“Panggil saja Donghae, atau kau juga boleh menambahkan ‘Oppa’ dibelakangnya. Itu pun jika kau tidak keberatan.” Namja bernama Lee Donghae ini tersenyum lagi. Sepertinya namja ini tipe orang yang cepat akrab dengan orang lain. Baguslah, aku suka dengan orang yang seperti itu.
“Jika tidak sedang bekerja aku akan memanggilmu seperti itu.” Ucapku dan membalas senyumnya. “Apa kau mau kuantar keruanganmu?” tawarku.
“Ah, tidak perlu. Ruanganku ada disebelah ruanganmu ini, ‘kan? Aku tidak akan tersesat, Nona Lee.”
“Panggil Chaerin saja.”
“Baiklah, aku kembali keruanganku dulu ne. Sampai jumpa.” Dia pun pergi dari ruanganku.
Aku tersenyum kecil memperhatikan sosoknya yang baru saja menghilang dari pandanganku. Orang itu pasti orang yang percaya diri dan mudah bergaul. Tentu saja percaya diri, lihatlah wajahnya yang tampan itu membuatnya percaya diri. Kurasa kami akan jadi partner yang solid.
*
*
*
*
*
Seoul, 12.08 PM At Chaerin’s Room
Cklek!
Terdengar suara seseorang yang membuka pintu ruanganku. Aku tetap focus pada berkas-berkas yang masih belum selesai kuperiksa dan kupelajari. Suara langkah kaki orang itu terdengar jelas mendekat kearahku. Itu suara langkah kaki namja, bukan yeoja. Aku menunggunya berbicara dan kemudian baru akan menoleh kearahnya, itu kebiasaanku jika ada seseorang yang masuk ruanganku tanpa mengetuk pintu dulu.
“Chaerin-ah, kajja makan siang.” Namja itu. Donghae. Yang ternyata mendatangiku untuk mengajakku makan siang. Aku menoleh kearahnya. Dia melihatku masih dengan senyuman yang sama seperti tadi pagi, senyuman hangat yang tidak pernah hilang.
“Tapi pekerjaanku belum selesai, Oppa.” Oppa? Aku memanggilnya Oppa? Hahaha mungkin aku harus tertawa sekarang. Jarang sekali aku memanggil orang yang baru kukenal dengan panggilan ‘Oppa’. Mendengar ucapanku dia kemudian berjalan menuju sampingku dengan wajah yang... entahlah, aku tak bisa menggambarkannya.
“Makan siang dulu baru bekerja lagi. Kau juga harus dapat asupan makanan kan?” Ucapnya sembari munutup paksa berkas yang sedang kuperiksa lalu memagang pergelangan tanganku dan menarikku untuk ikut makan siang dengannya. Mau tidak mau aku mengikutinya menuju kantin kantor.
Saat keluar dari ruangan samar-samar aku mendengar suara desahan yeoja dari ruangan disebelah kanan ruanganku. Itu ruangannya. Ya Tuhan, apa yang dilakukannya didalam sana? Apa dia melakukan sesuatu yang tak seharusnya dilakukan? Melakukan sesuatu yang harusnya dilakukannya hanya denganku? Mataku panas, air mataku hampir menetes membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi didalam sana. Apa dia tidak ingat jika dia sudah memiliki aku?
Donghae semakin jauh menarikku hingga suara desahan itu tak terdengar lagi. Dia membawaku duduk dimeja kosong disudut kantin ini. Buru-buru aku merubah wajahku agar terlihat biasa. “Kau mau makan apa?” tanya-nya sesaat sudah duduk dikursi didepanku. “Apa saja boleh.” Aku tersenyum kecil. “Baiklah, tunggu sebentar.” Kemudian dia melangkah menuju tempat pemesanan.
Aku melihat keluar dari kaca besar disampingku ini. Dari sini terlihat mobil Lamborghini putihnya terparkir diarea parkir kantor ini. Eoh? Itu dia? Dia berjalan menuju mobilnya sambil merangkul mesra seorang yeoja yah kuakui dia sexy. Apa dia lupa aku juga bekerja disini? Apa dia memang sengaja membuatku sakit hati? Jika dia memang ingin berpisah katakan saja terus terang, jangan seperti ini caranya. Dia membawa yeoja itu masuk kemobilnya dan pergi bersamanya entah kemana. Aku membuang nafas panjang. Kenapa semuanya jadi seperti ini? Apa aku salah menerimanya dulu?
“Makanan datang.” Seruan Donghae Oppa membuyarkan lamunanku. Aku melihat kearahnya sembari tersenyum. Dia meletakkan nampan makanan kami diatas meja. “Gomawo,” Aku mengambil sumpit lalu menyuapkan sepotong daging kemulutku. Makanan disini enak, tidak kalah dengan makanan direstoran mahal.
“Selamat makan.” Serunya lagi lalu mulai memakan makanan yang ada didepannya. Sambil makan dia bercerita banyak padaku. Mulai dari masa kecilnya, orang tuanya, Hyungnya, dan juga dirinya sendiri. Hal baru yang kudapatkan dari namja ini. Dia talkactive. Berbeda dengan apa yang kupikirkan jika dia orang yang tenang.
*
*
*
*
*
“Kajja kita kembali kekantor. Jam makan siang sudah habis.”
“Nanti saja, aku masih ingin disini, Oppa.” Sebenarnya aku mau melihat dia kembali kekantor, tapi sepertinya dia tidak akan kembali secepat ini.
“Jika kita terlambat Kwon Sajangnim bisa memarahi kita.”
Aku melihat kearah namja tampan ini sembari tersenyum. “Tidak akan. Dia tidak akan memarahiku dan kau, Oppa. Jika dia memarahimu, aku yang akan melindungimu.” Aku tersenyum manis.
“Woah, kau berani sekali padanya. Jangan-jangan dia pacarmu ya?” Ucapnya menyelidik. Pacar? Aniya, Donghae Oppa. Aku bukan pacarnya, tapi lebih dari itu. “Hahaha kau ini ada-ada saja. Mana mungkin yeoja sepertiku jadi pacarnya.”
“Kenapa tidak? Kau cantik, Chae-ah.” Cantik? Kau serius?
“Aku tidak cantik, Oppa.” Aku tersenyum kecil.
“Siapa bilang? Kau ini cantik dan sexy.” Mwo? Sexy? Dia orang pertama yang mengatakan jika aku sexy. “Tapi kau menutupinya, Chae-ah. Dengan rambut blonde-mu, wajah cantik-mu jadi tidak terlalu terlihat karna wajahmu putih. Dan kau juga selalu memakai pakaian yang tertutup. Cobalah untuk sedikit santai, pakai dress saja Chae, buang jas-mu itu. Jika rambutmu hitam wajah cantikmu akan terlihat, percaya padaku. Dan beri aksen sedikit bergelombang pada rambutmu.” Dia bicara panjang lebar mengomentari gayaku. Kuakui aku memang selalu memakai pakaian yang tertutup, itupun karna suruhannya. Tidak tidak suka aku terlalu terbuka. Tapi sekarang, dia saja tidak perduli denganku, kenapa aku harus peduli dengannya? Kurasa aku akan mencoba saran Donghae. Tidak ada salahnya, ‘kan?
*
*
*
Seoul, 05.23 PM At Chaerin’s House
Ah lelahnya~ seharian ini banyak sekali yang harus dikerjakan, walaupun begitu belum semuanya pekerjaanku selesai. Tentu saja berkas yang belum selesai aku bawa pulang untuk kukerjakan dirumah. Aku menatap langit-langit kamar yang luas ini, pikiranku melayang pada saat dia pertama kali memintaku menjadi miliknya.
Saat itu dia meyakinkanku jika dia akan menyayangiku seumur hidupnya, tak akan ada yeoja lain selain aku. Padahal masih banyak yeoja lain yang lebih cantik dan punya status social yang mengejarnya, tapi dia malah lebih memilih aku yang seorang yatim piatu ini. Entah karna kasihan atau iba, aku pun tidak mengerti akan jalan pikirannya.
Begitupun dengan diriku sendiri, aku tak tau apa yang kupikirkan sehingga menerimanya. Menerimanya untuk jadi kekasihku. 3 bulan kemudian secara tiba-tiba dia melamarku. Bertempat dipantai busan, saat itu kami memang sedang jalan-jalan karna hari itu hari libur dan dia mengajakku pergi. Diiringi suara desir ombak dia berlutut didepanku sambil memegang cincin berlian yang dia bilang didesain sendiri olehnya sehingga tidak ada yang menyamainya didunia ini.
Dibulan pertama pernikahan dia memang sangat mesra padaku, begitu hangat, juga romantis. Namun, memasuki bulan kedua dia mulai berubah. Dia mulai dingin, jarang bicara padaku dan jarang menyentuhku. Bahkan dia pernah 3 hari tidak pulang kerumah, entah dimana dia aku tidak tau, ponselnya juga tidak bisa dihubungi. Dia juga sering mabuk-mabukan, padahal yang kukenal dia bukanlah orang yang suka mabuk-mabukan seperti itu. Dia selalu pulang larut setelah aku tertidur, dan bangun lebih dulu dariku. Dan yang terakhir dia sudah berani membawa yeoja lain kekantor dan mereka bermesraan diruangannya. Dia melakukan itu sampai sekarang sudah 6 bulan usia pernikahan kami.
Orang yang kudengar desahan diruangannya tadi, orang yang kulihat membawa wanita dengan Lamborghini nya, Kwon Sajangnim yang dibicarakan Donghae Oppa, dan suamiku adalah orang yang sama. Kwon Jiyong. Orang yang sudah berjanji jika tidak akan ada yeoja lain dihidupnya selain aku dan sudah mengingkari janji itu. Kami bekerja dikantor yang sama, dia adalah bossku lebih tepatnya dia pemilik perusahaan itu.
Tapi entah kenapa dia tidak mau membiarkan orang-orang dikantor tau jika kami sudah menikah. Profesionalisme kerja katanya, tapi kurasan buka itu alasan sebenarnya.
Aku duduk diatas ranjangku, melihat foto perniakahan kami yang terpajang disalah satu sudut ruangan ini. Foto yang sengaja dia buat sebesar itu sudah tidak ada artinya lagi. Cinta dan sayang yang selalu dia ucapkan ditelingaku dulu sudah tidak ada lagi. Menghilang dan musnah.
*
*
*
*
*
Sudah seminggu ini Donghae Oppa mejadi rekan kerjaku. Aku menikmati saat aku bekerja bersamanya, dia orang yang sangat menyenangkan menurutku. Orang yang lucu tapi penakut. Bahkan dia tidak berani mengendarai mobil atau motor.
“Chae-ah, besok hari minggu apa kau ada acara?” Donghae Oppa bertanya padaku. Sekarang kami sedang ada di café dekat kantor untuk makan siang. Hari minggu? Ah iya, aku memang ada acara.
“Ah ne, aku ada acara Oppa. Mian ne.” Tunggulah Oppa, lusa pasti kau akan terkejut melihat penampilanku. Aku tersenyum dalam hati.
“Ah geurae, aku akan mengajakmu lain kali saja.”
*
*
*
*
*
“Oppa kau bisa saja.” Suara seorang yeoja terdengar dilorong ini. Aku yang berjalan bersama Donghae menuju ruangan kami berpapasan dengan Jiyong yang sedang berjalan berlawanan arah dengan kami, mau pergi mungkin. Tangan yeoja itu melingkar posesif dipinggang Jiyong seperti takut namja itu pergi darinya, tangan namja itu pun setia merangkul pinggul yeoja itu. Dia tersenyum manis sambil tertawa senang mendengar ucapan Jiyong, “Benarkah Oppa menyukaiku?” Si yeoja bertanya dengan nada manja. “Ne, tentu saja Oppa menyukaimu. Oppa juga mencintaimu.” Ucap Jiyong dengan senang hati. Wanita ini wanita berbeda dengan wanita yang dibawanya kemarin, setiap hari dia memang berganti-ganti wanita.
Hatiku teriris mendengar ucapan Jiyong. Tak taukah dia jika aku ada disini? Dia bilang dia cinta pada yeoja itu. Aku tidak tau itu hanya bualannya atau memang benar dia mencintai yeoja itu, yang jelas hatiku sakit mendengarnya. “Aku juga mencintamu, Oppa.” Balas yeoja itu senang.
Ketika mereka dekat dengan kami, Donghae berhenti sejenak dan sedikit membungkuk kearah Jiyong sementara aku hanya melihatnya dengan pandangan sedih, entah dia menyadari itu atau tidak.
“Apa wanita itu pacarnya?” Tanya Donghae padaku setelah Jiyong jauh dari kami.
“Entahlah, aku tidak tau.” Aku menjawab dengan nada sedikit kesal tapi Donghae tidak sadar dengan perubahan sikapku.
Chaerin POV End
*
*
*
*
*
Normal POV
Seoul, Monday 08.30 AM
Seorang yeoja melangkahkan kakinya dengan percaya diri tinggi masuk kegedung kantornya. Rambut hitam pekatnya disampirkan kesebelah kiri menghias penampilannya. Dengan short dress hitam dan juga high heels hitam menampilkan tubuh sexy-nya. ( bayangin chaerin di Samsung passion talk ) Setiap orang yang dilewatinya memandangnya dengan kagum. Mereka berpikir seperti pernah melihat yeoja itu tapi entah siapa. Saat yeoja itu masuk keruangannya barulah mereka sadar jika itu seorang Lee Chaerin yang penampilannya sudah berubah sekarang.
*
*
*
*
*
Chaerin POV
Aku duduk dikursiku, menyandarkan tubuhku sambil mengingat kejadian yang baru saja kualami. Orang-orang itu memperhatikanku dengan kagum. Enak juga ternyata menjadi pusat perhatian seperti itu. Jika Jiyong tadi melihatku pasti dia akan langsung menarikku dan memaksaku untuk mengganti pakaian karna dia tidak suka aku berpakaian seperti ini.
“Chaerin-ah, kau sudah siap? Kita akan pergi meeting sekarang.” Siapa lagi orang yang berani masuk tanpa ketuk pintu selain Donghae Oppa. Dia mendekati mejaku sambil menunduk membaca berkas-berkas ditangannya.
“JK Corp. akan bekerja deng…” Perkataan Donghae Oppa terputus saat dia menoleh kearahku. Benar dugaanku, dia pasti akan terkejut melihat perubahanku ini. Aku tersenyum kearahnya yang sedang terpana melihatku. “JK Corp. akan bekerja sama dengan siapa, Oppa?” kataku tersenyum jahil padanya.
“Mereka akan… ah lupakan. Chae-ah, kau berubah. Kau cantik sekali.” Ucap Donghae Oppa semangat. Kekekeke ekspresinya itu lucu sekali, seperti anak kecil. “Ne, aku mengikuti saranmu. Bagaimana?” Aku berdiri menunjukkan penampilan baruku padanya.
“Bagus sekali. Cantik dan elegan. Cocok sekali padamu, Chae.” Ucapnya tulus. Aku tersenyum mendengarnya. Kurasa ini gaya yang paling cocok untukku, aku akan mempertahankannya. Rambut hitam ini membuatku terlihat semakin cantik.
“Geurae, kajja kita pergi. Kita bisa terlambat nanti.” Aku mengambil beberapa map dimejaku dan menyandang tasku lalu pergi bersama Donghae Oppa.
*
*
*
*
Aku kembali keruanganku sendiri, Donghae Oppa masih ada urusan yang lain jadi tidak bisa kembali sekarang. Belum sampai diruanganku aku sudah disuguhkan dengan pemandangan mengerikan itu lagi.
Apa lagi jika bukan suamiku bersama dengan yeoja lain lagi dari sebelum-sebelumnya. Mereka keluar dari ruangan suamiku, entah mau pergi kemana. Aku segera menyembunyikan wajahku dengan rambutku agar tidak terlihat olehnya. Aku belum mau dia melihat perubahanku ini.
Dia pasti belum tau aku merubah penampilanku, padahal dia tidur denganku. Dia tidur denganku tapi tidak memperhatikan aku. Aku tau itu. Benar saja dia tidak melihatku, dia terlalu sibuk bercanda dengan yeoja itu hingga tidak sadar dilorong ini juga ada aku.
Aku tidak mengerti jalan pikirannya. Entahlah, sebagai istrinya aku belum benar-benar tau tentang dia. Mungkin aku belum pantas jadi istrinya.
*
*
*
*
*
Jiyong POV
Aku kembali kekantor setelah mengantarkan yeoja yang tadi bersamaku ke mall. Namanya… entahlah, aku lupa siapa namanya. Lagipula itu tidak terlalu penting untuk tau siapa namanya. Aku tidak ingat siapa saja nama yeoja-yeoja yang aku bawa setiap hari kekantorku.
Setiap hari aku membawa yeoja yang berbeda-beda. Badboy? Playboy? Yah memang itulah aku. Aku berusaha mengubah sifat burukku itu sejak aku kenal dan mulai menyukai Chaerin, istriku.
Aku berhasil mengubahnya, tapi safat itu muncul lagi setelah aku menikah dengan Chaerin. Aku tidak mengerti kenapa begitu.
Aku akui, aku mudah bosan pada satu yeoja. Apa itu yang membuatku jadi playboy lagi? Setiap hari bersama Chaerin mungkin aku bosan dan jenuh. Aku mengajaknya menikah setelah 3 bulan kami berpacaran, aku yakin sekali dia yeoja yang memang ditakdirkan untukku. Kurasa keputusanku untuk mengajaknya menikah secepat itu adalah keputusan yang salah.
Tidak, aku tidak menyesal sudah menikah dengannya. Hanya saja waktunya belum tepat untuk komitmen seperti itu.
Aku masih ingin bersenang-senang dan ingin bebas, dan kurasa ikatan ini membuatku terkekang walaupun dia tidak pernah menuntut apapun padaku. Dia membebaskanku untuk berbuat apapun, termasuk membawa yeoja-yeoja kekantor, dia tidak pernah membiacarakan hal ini denganku. Dia diam seperti tidak tau apa-apa. Aku tau dia mengetahui semua ini, aku sering tertangkap olehnya membawa yeoja-yeoja bersamaku. Tapi dia tetap diam. Kami memang menyembunyikan tentang pernikahan kami pada orang-orang dikantor. Ini demi profesionalisme kerja.
Aku juga tidak ingin orang-orang itu menganggap Chaerin mendapat jabatan tinggi karna aku suaminya, dia mendapatkan itu karna kerja kerasnya selama ini. Orang-orang itu tidak boleh bersikap tidak baik pada istriku, aku tidak mau. Bagaimanapun juga aku sangat mencintainya.
Ah bagaimana keadaan yeoja itu sekarang? Aku sudah jarang sekali bicara dengannya. Aku selalu pulang saat dia sudah tidur dan berangkat kekantor sebelum dia bangun. Waktuku tersita oleh yeoja-yeoja itu sehingga aku harus menyelesaikan pekerjaanku sampai larut. Aku ingin menemuinya sekarang, aku sangat merindukannya. Ruangannya ada disebelah kiri ruanganku, jadi mudah untukku menemuinya.
Akupun keluar dari ruanganku lalu menuju keruangannya. Langkahku terhenti saat melihat seorang yeoja dan seorang namja berdiri berhadapan didepan ruangan yang bisanya ditempati oleh partner kerja Chaerin. Siapa namja itu? Sepertinya aku pernah melihatnya? Tapi dimana? Lalu yeoja itu? Dari tubuhnya itu terlihat seperti Chaerin, tapi penampilannya berbeda. Dia memakai dress berwarna hijau tosca. Jika itu benar Chaerin, tidak biasanya dia memakai pakaian yang seperti itu. Lalu rambutnya juga berwarna hitam, warna rambut Chaerin blonde. Apa itu benar-benar Chaerin? Tapi dia sangat mirip Chaerin.
Namja itu perlahan memiringkan kepalanya seperti hendak mencium yeoja didepannya. Ckckck mereka melakukan hal yang tidak seharusnya dikantor. Awas saja! Perlahan aku mendekati mereka sambil tetap memperhatikan yeoja itu, semakin dekat yeoja itu semakin mirip dengan Chaerin.
Mataku terbelalak saat sudah ada didekat mereka dan bisa melihat wajah yeoja itu. Itu benar-benar Chaerin dan namja ini memang ingin mencium istriku. Mata mereka masing-masing sudah menutup, menanti sentuhan itu. “Ekhem!” Aku berdehem cukup keras hingga mereka tersadar. Aku melihat Chaerin yang sangat terkejut saat melihatku sudah ada diantara mereka. Mataku berkilat marah saat melihat yeoja ini.
“Sajangnim, mianhaeyo.” Ujar namja yang tak tau namanya ini sembari membungkuk kearahku. Tentu saja dia harus seperti itu, aku bossnya. Terlebih lagi dia sudah berniat melakukan yang tidak –tidak pada istriku.
“Kau, ikut aku!” aku memegang pergelangan tangan Chaerin kuat, sepertinya itu akan meninggalkan bekas merah ditangannya. Lalu menariknya menuju ruanganku, dia yang terkejut atas apa yang kulakukan pun tak bisa melakukan apa-apa selain mengikutiku. Aku membawanya masuk ruanganku. Aku harus mengintrogasinya.
“Apa-apaan ini? Apa yang kau lakukan bersamanya?!” aku berteriak keras kearahnya. Dia hanya bisa menunduk seperti seorang pegawai yang sedang dimarahi atasannya. Aku memarahinya sebagai suaminya, bukan sebagai boss nya.
“Mianhae, Sajangnim.” Ucapnya pelan. Mwo? Sajangnim?
“Yak! Kenapa kau memanggilku seperti itu eoh? Kita hanya berdua disini.”
“Bagaimanapun juga ini masih lingkungan kantor, Sajangnim.” Dia menunduk dalam didepanku, seperti takut dipecat.
“Aish! Lalu, apa ini? Kenapa kau memakai pakaian yang terbuka seperti ini?” Aku tidak suka dia memakai pakaian yang seperti ini.
“Mianhae, saya hanya ingin merubah penampilan. Mianhae, Sajangnim.” Heish! Dia masih saja memanggilku seperti itu.
“Lalu siapa namja itu?”
“Dia partner kerjaku yang baru.” Mwo? Sejak kapan partner kerjanya namja? Aku tak pernah mengijinkan itu.
“Sejak kapan? Kenapa aku tidak tau? Dan apa yang kau lakukan tadi bersamanya hah?! Ingin bermesraan dengannya?!” aku sedikit membentaknya.
“Sudah 3 minggu dia bekerja denganku. Anda tidak tau karna anda terlalu sibuk dengan yeoja-yeoja yang Anda kencani. Mian jika Anda tidak suka dengan kejadian tadi.” Dia masih menunduk. Aku tersentak mendengar satu kalimat yang keluar dari bibirnya tadi ‘Anda tidak tau karna anda terlalu sibuk dengan yeoja-yeoja yang Anda kencani’. Dia memang benar, aku terlalu sibuk dengan yeoja-yeoja jalang itu.
“Tentu saja aku tidak suka! Aku suamimu! Awas saja jika kau berani berdekatan dengannya lagi.”
“Algaseumnida, Sajangnim. Saya permisi dulu.” Dia lalu buru-buru pergi keluar ruanganku seperti tidak mau berlama-lama ada didekatku. Aku tidak suka dia yang seperti itu, seperti bukan istriku. Awas saja jika dia berani berdekatan dengan namja itu lagi.
Jiyong POV End
*
*
*
*
*
Chaerin POV
Aku buru-buru keluar dari ruangan boss-ku itu, didalam sana aku hanya menunduk dan diam. Menjawab pertanyaannya seadanya. Bukan berarti aku takut padanya, lebih tepatnya aku malas berdebat dan juga bicara padanya. Baru beberapa langkah aku keluar dari ruangan itu Donghae Oppa langsung menghampiriku, “Kau tidak apa-apa, ‘kan?” tanyanya. Aku terkekeh pelan, pertanyaannya itu lucu. Memangnya apa yang namja itu akan lakukan padaku?
“Gwenchanayo, Donghae Oppa.” Aku tersenyum padanya.
“Dia memarahimu?”
“Aniyo. Aku sudah bilang kan jika dia tidak berani memarahiku.” Aku berbohong padanya.
Aku dimarahi habis-habisan olehnya tadi, yah walaupun dia memarahiku tadi sebagai istrinya tapi tetap saja ini lingkungan kantor, dia boss-ku dan dia bukan milikku jika disini. Mungkin itulah sebabnya dia membawa yeoja-yeoja kekantor dan bermesraan dengannya.
“Mianhae, Chaerin-ah. Karna aku kau jadi dapat masalah.” Ucapnya merasa bersalah.
“Tidak apa-apa, Oppa. Kajja kita masuk, masih banyak yang harus diselesaikan.”
Chaerin POV End
*
*
*
*
*
Jiyong POV
Kubanting tubuhku ke tempat tidur dengan kasar membuat kasurnya bergoyang cukup kuat. Kulonggarkan dasiku lalu menoleh kesebelah kiri. Istriku ada disana, tertidur dengan lelapnya guncangan tadi tak sedikitpun mengganggu tidurnya. Kupandangi wajahnya yang seperti malaikat jika sedang tidur. Begitu tenang dan damai. Posisi tidurnya miring menghadap kearahku, lengan dan sebagian dadanya tak tertutup selimut.
Tunggu. Seingatku dia selalu memakai pakaian tidur berlengan panjang dan tertutup, tapi kenapa sekarang… karna penasaran aku menyingkap selimutnya.
Mwo? Apa ini? Betapa terkejutnya aku melihat Chaerin. Dia memakai pakaian tidur transparan dan pendek, bahkan pakaian dalamnya terlihat. Kakinya yang menekuk membuat pakaiannya terangkat dan pahanya terekspose indah didepan mataku. Aku melihatnya tak berkedip sekalipun. Yeoja ini, kenapa bisa jadi se-sexy ini? Dan posisinya seperti wanita-wanita yang ada dimajalah pria dewasa yang sering kubaca, membuatku err…
Tak kusangka yeojaku ternyata sangat sexy. Bahkan dia jauh lebih sexy dari yeoja-yeoja yang pernah bersamaku. Memang selama ini aku menyuruhnya untuk memakai pakaian yang tertutup, aku tak mau namja lain melihat tubuhnya. Tapi sekarang dia tak mendengarkanku lagi, dia sudah berani membantahku. Aku menyentuh pahanya lalu mengusapnya dengan lembut dan perlahan. Aku tak akan membiarkan yeoja ini pergi. Dia milikku, selamanya akan terus begitu.
*
*
*
*
*
Seoul, 03.08 PM At Office
Jiyong POV
Sudah jam segini aku masih banyak perkerjaan, sudah banyak sekali yang kuabaikan hingga pekerjaanku menumpuk. Aku baru saja selesai meeting dan mau kembali keruanganku untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan lagi.
Aku melewati lorong menuju ruanganku, tapi aku melihat pemandangan ‘menakjubkan’ disana. Chaerin dan namja yang baru kuketahui bernama Donghae itu berjalan berdampingan dengan tangan kiri namja itu melingkar posesif dipinggang Chaerin. Aku berang melihatnya, berani sekali namja itu mendekati istriku dan sok berlaku mesra padanya. Dan Chaerin, kenapa dia diam saja mendapat perlakuan seperti itu dari Donghae? Apa dia tidak ingat dia sudah jadi milikku?
Aish! Namja itu semakin mengeratkan rangkulannya dipinggang istriku. Ternyata dia benar-benar memintaku untuk menghajarnya. Ah tidak! Kekerasan bukanlah cara yang tepat. Setelah kuhajar dia pasti masih berdekatan dengan Chaerin. Aku akan menggunakan cara lain, tapi apa? Sesuatu terlintas diotakku. Ah tentu saja, itu ide yang sangat cemerlang.
Aku tersenyum licik melihat mereka yang sudah masuk keruangannya masing-masing. Lihat saja, apa nanti kalian masih bisa seperti ini eoh? Aku tak akan membiarkannya.
*
*
*
*
*
Jiyong POV
Kulirik arloji yang melingkar ditanganku, pasti mereka sudah selesai makan siang dan mau kembali kekantor. Ini saatnya untuk membawa Chaerin kembali padaku. Aku melangkah meninggalkan ruanganku untuk melihat apakah mereka sudah kembali. Dan benar saja, mereka sedang berjalan dengan tangan Donghae merangkul pinggang Chaerin sama seperti kemarin.
Aku melangkah menghampiri mereka dengan wajah yang kubuat secerah dan sesenang mungkin seperti orang yang sudah tak berjumpa dengan wanita yang dicintainya selama bertahun-tahun.
Chaerin melihatku dengan pandangan aneh, mungkin dia bingung dengan sikapku yang tiba-tiba seperti ini. Dia hanya melihatku beberapa detik dan kembali melihat kearah Donghae sambil tersenyum manis. Aish! Beraninya dia memberikan senyum semanis itu pada namja lain.
“Chaerin-ah~” ucapku begitu aku ada didepannya. Aku tersenyum senang lalu menangkup wajahnya dengan kedua tanganku kemudian menempelkan bibirku kebibir manisnya. Aku tidak perduli jika Donghae ada disini, atau bahkan seisi kantor melihat, aku tak perduli. Memang inilah yang mau aku tunjukkan pada namja itu. Menunjukkan jika Chaerin itu milikku.
Chaerin terbelalak menerima perlakuanku ini, aku sempat meliriknya sekilas tadi. Aku mulai melumat bibir Chaerin dengan lembut. Bibir ini semakin manis saja. Lama tak kusentuh kadar manisnya bertambah. Kuharap aku tak diabetes setelah ini.
Jiyong POV End
*
*
*
*
Aku hanya bisa diam terpaku mendapat perlakuan seperti ini dari Jiyong. Dia tak seperti ini saat dikantor, tapi kenapa sekarang dia seperti ini? Dia mulai melumat bibirku dengan perlahan, aku melihat kearah Donghae yang kebingungan melihat tingkah Jiyong namun dia tidak bisa melakukan apa-apa.
Jiyong melepaskan bibirnya dari bibirku, dia melihatku dengan senyum diwajahnya. Ada apa dengannya? Apa dia sudah gila?
“Sajangnim, apa yang Anda lakukan?” aku berucap pelan sambil menyentuh bibirku. Aku memandang wajahnya penuh rasa heran dan kebingungan. Bertingkah layaknya baru pertama kali dicium olehnya. Dia memelukku erat. Tingkahnya ini semakin aneh.
“Chaerin-ah, aku mencintaimu.” Mwo?
Berani sekali dia berkata seperti itu didepan Donghae. Sekali lagi aku melihat Donghae, dia menatapku seakan bertanya ‘Ada apa ini?’ Aku menggeleng pelan dipelukan Jiyong. “Sajangnim, apa yang Anda lakukan?” aku bertanya sekali lagi.
“Gomawo, Chaerin-ah. Kau sudah memberikan hadiah terindah padaku.” Dia berkata dengan nada bahagia.
“M..maksud Anda? Saya tidak mengerti, Sajangnim.” Hadiah? Hadiah apa? Aku tak pernah membeli hadiah untuknya.
Dia melepaskan pelukannya lalu melihatku dengan pandangan hangat. “Kau ini pura-pura lupa atau bagaimana? Kau kan yang meletakkan testpack itu dinakas agar aku bisa melihatnya?” testpack? Alat es kehamilan maksudnya? Aku tak pernah melakukannya. Berniat membelinya saja tidak pernah apalagi memakainya. Dan tadi pagi dia berangkat kekantor lebih dulu dariku, bagaimana bisa dia melihat testpack disamping nakasnya? Dasar gila.
“aku sangat senang sebentar lagi kita akan punya bayi. Aku senang sekali, Sayang.” Punya bayi? Maksudnya aku hamil begitu? Astaga, dia benar-benar sudah gila ternyata. Aku sama sekali tidak hamil.
“Mulai sekarang kau harus menjaga kesehatanmu. Jangan makan yang aneh-aneh. Aku akan mengawasi makanmu. Setiap makan siang kau harus bersamaku. Jangan keluar dengan orang lain atau jangan keluar jika aku belum mengajakmu keluar. Arraseo? Dan satu lagi, janga panggil aku Sajangnim. Aku ini suamimu.” Dia bicara panjang lebar. Aku tak tau harus berkata apa. Aku bingung.
Dia lalu merangkul pinggangku posesif seakan takut aku lari. Jiyong melihat kearah Donghae dengan pandangan angkuh. “Ah iya, Donghae-ah, gomawo sudah menjaga istriku saat aku sibuk.” Ucapnya pada Donghae. Sibuk? Sibuk dengan wanita-wanitanya lebih tepatnya.
“Ne, Sajangnim.”
Donghae sedikit membungkuk. Sepertinya dia percaya dengan apa yang Jiyong katakan. “Baiklah, kami pergi dulu ne.” Jiyong membawaku kedalam ruanganku.
“Duduklah, Chae.” Dia membantuku duduk. Aku seperti orang lumpuh saja sekarang. Dia mengambilkanku segelas air lalu meminumkannya padaku. “Ini minum dulu.” Aku menurut saja. Terserah dia mau melakukan apa. Aku hanya diam, tak bicara sedikitpun. “Ada apa denganmu, hm? Kenapa diam saja dari tadi?” dia mengusap kepalaku lembut.
“Ani.” Aku tetap memandang kedepan, enggan melihatnya. “Baiklah, Oppa kembali keruangan Oppa dulu ne, masih banyak pekerjaan yang harus Oppa selesaikan.” Aku kembali diam. Jiyong pun pergi dari ruangan ini.
Apa sebenarnya yang dia pikirkan? Untuk apa dia berkata seperti itu didepan Donghae? Untuk menunjukkan pada Donghae jika aku miliknya? Jika dia ingin menunjukkan itu, tidak perlu berkata seperti itu juga. Perlihatkan saja surat keterangan pernikan kami pada Donghae agar semuanya jelas.
Aish! Entahlah! Kuletakkan gelas yang dari tadi kupegang kemeja. Pekerjaanku juga masih banyak, harus kuselesaikan secepatnya.
*
*
*
*
*
Seoul, 02.14 PM At Chaerin’s Room
Chaerin POV
Hamil? Aku terus saja memikirkan hal itu. Bagaimana jika itu benar? Tapi bagaimana mungkin Jiyong yang lebih dulu tau dari pada aku? Kemarin dia benar-benar mengatur pola makanku, aku tidak boleh makan yang terlalu pedas dan tidak boleh minum kopi lagi. Dia benar-benar seperti seorang suami yang menjaga istrinya saat sedang hamil.
Saat bertemu Donghae dikantin kantor, dia buru-buru menjauhkanku dari Donghae. Aku tidak suka dia bersikap seperti itu, Overprotective. Saat kutanya dia selalu mengalihkan pembicaraan dan mulai mengoceh tentang bayi. Padahal aku sudah mengatakan jika aku tidak sedang hamil, tapi dia terus saja meyakinkanku jika aku sedang hamil sekarang.
Aku baru ingat, sudah 3 bulan ini aku tidak mendapatkan haid dan juga aku cepat lelah belakangan ini. Itu ciri-ciri orang hamil, ‘kan? Astaga, bagaimana ini? Bagaimana jika aku benar-benar hamil? Apa yang harus aku lakukan? Beberapa bulan yang lalu aku memang pernah melakukan itu dengannya. Aku harus segera mengeceknya, tapi bagaimana caranya?
Aku malas jika harus jauh-jauh keapotik untuk membeli testpack. Aku berpikir sejenak. Ah tentu saja, nanas. Aku pernah baca jika nanas bisa menggugurkan kandungan. Baiklah, aku akan menggunakan nanas untuk mengeceknya. Jika terjadi sesuatu padaku, maka benar aku sedang hamil dan anak itu sudah tidak ada dirahimku.
Itu sangat menguntungkan, sekali melangkah dua keuntungan bisa kudapatkan. Terdengar jahat, bukan? Lebih jahat siapa, aku atau Jiyong? Aku yakin, setelah dua bulan setelah dia tau aku hamil, dia pasti akan berubah seperti semula. Jadi orang yang dingin dan tak memperdulikan aku, bersenang-senang dengan wanita yang disewanya tanpa memikirkan aku yang sedang mengandung anaknya dan pada akhirnya anakku akan lahir tanpa Appa-nya disampingnya lalu dia akan jadi anak terlantar.
Yah, itu lah kenyataannya. Aku bangkit dari dudukku lalu melangkah keluar ruangan, aku mau kekantin kantor. Aku yakin Ahjumma disana pasti menyediakan beberapa potong nanas.
Chaerin POV End
*
*
*
*
*
Jiyong POV
Kemarin aku mengucapkannya dengan sangat yakin. Chaerin memang bingung, tapi dia diam saja. Hahaha gomawo Sayang, secara tidak langsung kau telah membantuku untuk menjauhkan dirimu sendiri dari namja itu. Sekarang aku tinggal membuatnya benar-benar hamil, itu pekerjaan mudah bagiku. Hahaha
Ah bagaimana keadaan istriku itu? Aku ingin melihatnya, aku ingin menanyakan keadaannya dan ‘bayi’ kami. Apa mereka baik-baik saja? Jika kami benar-benar punya bayi pasti akan sangat menyenangkan, memikirkannya saja aku sudah bahagia, apalagi itu benar-benar terjadi. Aku membuka pintu ruanganku dan melirik pintu ruangan Chaerin.
Pintunya terbuka, siapa lagi kalau bukan Chaerin. Dia terlihat berjalan dengan terburu-buru. Mau kemana dia? Aku diam-diam mengikutinya.
Ternyata dia pergi kekantin. Mau apa? Ini kan bukan jam makan siang. Chaerin berdiri didepan meja pemesanan lalu memesan sesuatu pada Ahjumma yang ada disana. Aku berdiri sedikit jauh, aku tak bisa mendengar apa yang dia katakan tapi aku bisa melihatnya denga jelas dari sini.
Tak lama Ahjumma itu pun kembali dengan mangkuk putih berukuran sedang berisi benda dengan potongan kotak-kotak berwarna kuning. Ah itu nanas. Mwo? Nanas? Apa-apaan dia? Dia mau membunuh anak kami? Walaupun dia tidak sedang benar-benar hamil, tapi aku harus terlihat meyakinkan didepannya.
Dia mengambil sepotong dan akan memakannya. Aish! Anak ini benar-benar! Aku keluar dari persembunyianku dan buru-buru menghampirinya.
Grep!
Aku menahan tangannya yang hendak memasukkan buah itu kedalam mulutnya. “Ya! Apa yang kau lakukan huh?!” Aku melihatnya dengan pandangan mematikan.
“Op..Oppa? A..Aku hanya sedang ingin makan ini.” Ucapnya terbata melihat sekilas buah nanas dimangkuk itu.
“Kau mau membunuh anak kita, huh? Kau lupa jika kau sedang hamil?” Kataku dengan penekanan disetiap katanya.
“Oppa, aku tidak sedang hamil sekarang.” Dia tetap bersikeras. “Aniya. Kau sedang hamil sekarang, arraseo? Aku memandanginya dengan yakin. “Jika kau masih tidak percaya, ayo ikut aku kerumah sakit.” Aku menarik tangannya dan memegang pergelangan tangannya erat agar dia tidak bisa melepaskannya dariku.
Cukup gila memang membawanya kerumah sakit padahal dia tidak sedang hamil. Jika Chaerin tau, dia bisa membenciku. Tapi apa yang tidak bisa seorang Kwon Jiyong lakukan? Aku bisa melakukan apapun, bahkan membuat seorang dokter berkata jika Chaerin sedang hamil padahal sebenarnya tidak.
*
*
*
*
*
Seoul, 03.00 PM At Seoul International Hospital
Chaerin POV
Disinilah aku sekarang, duduk diruang tunggu disebuah rumah sakit dengan tanganku digenggam erat oleh Jiyong. Dia memang gila, buat apa kesini padahal aku memang tidak hamil. Buang-buang waktu saja. Seorang suster manghampiri kami dan mempersilahkan kami masuk. Aku mengikuti Jiyong berdiri dan mengikutinya masuk kedalam ruangan dokter itu.
“Ah Tuan Kwon, apa yang membawamu kemari?” ucap dokter itu ketika kami masuk keruangnnya. Dia pasti sudah sangat mengenal Jiyong. Aku sedikit curiga dengan ini. Jiyong membawaku duduk disebuah kursi didepan meja dokter itu dan dia duduk disampingku. “Aku ingin memeriksakan keadaan istriku, Uisa-nim.” Ujarnya.
“Geurae, apa keluhanmu, Nyonya?” tanyanya memandangku. “E..Aku ti..” belum sempat aku menyelesaikan ucapanku, Jiyong langsung memotongnya.
“Belakangan ini istriku sering mual dan muntah saat pagi hari, Uisa. Dia juga cepat lelah.” Mwo? Mual dan muntah? Kapan aku pernah mual atau muntah? Aku hanya merasa cepat lelah. Apa dia menjelaskan tentang keluhannya sendiri? Jangan-jangan dia yang sedang hamil.
“Seperti orang yang sedang hamil ne.” Dokter dengan nametag Cho itu mengangguk-anggukan kepalanya.
“Saya pikir juga seperti itu. Untuk memastikannya saya membawanya kemari.”
“Kalau begitu naiklah keatas ranjang, saya akan memeriksa keadaan anda, Nyonya.”
Dokter Cho berdiri mempersilahkan aku untuk naik keatas ranjang pemeriksaan. Aku menurut saja. Ini pasti akan membuktikan jika aku tidak sedang hamil.
Dokter itu menempelkan stethoscope-nya didadaku, dia memeriksaku seakan aku sedang terkena demam tinggi. Dia lalu menempelkannya keperutku, sedikit lama berpikir dengan stethoscope-nya ada diperut bagian bawahku. Senyuman terukir diwajah dokter ini, lalu menghampiri Jiyong yang tak jauh darinya. “Selamat Tuan Kwon, istri anda sedang hamil.”
Ujarnya seraya menjabat tangan Jiyong. Mwo? Apa katanya? Aku hamil? Tidak. Ini tidak mungkin. Aku segera duduk dan memperhatikan kedua orang itu.
“Aniyo. Tidak mungkin aku sedang hamil. Itu tidak mungkin. Tidak bisa dipercaya.”
Tentu saja aku tidak percaya, tidak ada tanda-tandanya jika aku sedang hamil. Mereka pasti bersekongkol, aku yakin itu. Jiyong menghampiriku, dia menyentuh pipiku lalu mengusapnya lembut. “Waeyo, baby? Kenapa tidak mungkin? Wanita yang sudah menikah tentu saja akan hamil, itu wajar.” Ujarnya lembut.
“Suami Anda benar, Nyonya. Wanita yang sudah menikah pasti akan hamil. Baiklah, sekarang berbaringlah lagi, saya akan menyiapkan alat USG untuk melihat keadaan bayi kalian.”
Dokter Cho menyalakan monitor yang ada disamping ranjang ini, mengolesi perutku dengan gel dingin kemudian menempelkan alat yang aku tidak tau apa namanya itu diperutku. Kemudian munculah gambar seperti ruangan gelap dan sempit dimonitor itu. Apa itu? Apa itu gambar didalam rahimku? Aku melirik Jiyong sekilas, tangannya menggenggam tanganku erat dan matanya focus pada layar monitor.
“Anda lihat ini Nyonya?” si dokter menunjuk gambar seperti gumpalan daging dimonitor itu. “Itu bayi kalian, dia sehat. Kuperkirakan usianya sudah 3 bulan.” Sambungnya.
“Lihatlah Sayang, itu anak kita.” Ucap Jiyong senang lalu mengecup punggung tanganku. Aku belum pernah melihat dia sesenang ini. Bahkan jika dia mendapatkan proyek besar sekalipun, dia tidak sesenang ini. Tapi, apa itu sungguhan? Apa bayi itu benar-benar ada dirahimku? Bisa saja dokter ini mengambil gambar dari rahim orang lain dan mengatakan jika itu bayiku.
“Mulai sekarang Anda tidak boleh terlalu lelah jika Anda ingin bayi anda tetap sehat. Dan jangan bekerja terlalu keras.” Dokter Cho meletakkan alat USG dimeja dan mematikan monitornya.
“Tentu saja Uisa, aku tidak akan membiarkan istriku bekerja lagi. Jika sudah bekerja dia akan lupa segalanya.” Ujar Jiyong. Cih! Mulutnya manis sekali jika didepan orang lain.
“Baguslah, memang seharusnya begitu.” Si Dokter membalas ucapan Jiyong. Entahlah, sekarang aku hamil. Dan aku tak tau apa yang harus aku lakukan dengan bayi ini. Aku juga tidak tau harus senang atau harus sedih.
*
*
*
*
*
Seoul, 08.25 PM At JiChae’s Room
Aku duduk meluruskan kakiku dan memangku laptop diatas pahaku, punggungku kusandarkan diheadbed dengan tumpukan bantal agar punggungku semakin nyaman. Lagi-lagi aku harus mengerjakan semua ini dirumah karna Jiyong tadi langsung membawaku pulang padahal tasku masih ada dikantor.
Sesampainya dirumah aku langsung menelpon sekertarisku dan menyuruhnya mengambilkan tas dan berkas-berkasku.
Aku sekilas melirik Jiyong yang baru keluar dari kamar mandi seraya menggosok-gosokan handuk kerambutnya yang basah. Dia memakai celana training dan kaos kuning bergaris. Dia melempar handuknya keatas gantungan lalu menoleh kearahku.
“Ya! Apa yang kau lakukan?” Ujarnya tiba-tiba.
“Tentu saja menyelesaikan pekerjaanku, aku ada meeting besok.” Ucapku santai dan terus focus melihat kearah laptopku.
Dia lalu naik ketempat tidur membuat tempat tidur ini berguncang. “Yak! Kau ini apa-apaan, huh?!” bentakku saat dia tiba-tiba saja menutup laptopku dan menaruhnya diatas nakas disamping tempat tidur padahal pekerjaanku belum selesai.
“Kau tidak ingat yang dikatakan dokter tadi? Kau tidak boleh terlalu lelah. Dan juga aku sudah katakana jika kau akan berhenti bekerja.” Dia memaksa sekali ternyata.
“Aku tak mau. Aku akan tetap bekerja. Jika aku tidak bekerja, apa yang kulakukan dirumah? Aku bisa mati bosan.” Aku menatapnya. Dia balas menatapku dengan pandangan sayu, tangannya terngakat mengusap pipiku lembut.
“Dengarkanlah kata-kataku Chae, ini semua demi kau dan anak kita. Demi kesehatannya.” Perlahan dia merunduk dan berbaring miring didekatku, dia menempelkan telinganya diperutku dan mengusap perutku lembut. “Aku ingin dia sehat didalam sini dan sampai dia lahir nanti.”
“Aku mau menggugurkan anak ini.” Ujarku dingin. Aku menunduk melihatnya, bahunya menegang dan seketika dia bangkit dan duduk menghadapku dengan tatapan yang mengerikan.
“Ya! Apa kau sudah gila?! Kau mau membunuh anakmu sendiri, hah?!!” aku menunduk.
“Ya. Jika itu yang terbaik.” Ucapku tenang. “Apa maksudmu, hah?!” dia kembali membentakku. Ternyata dia sangat sensitive jika menyangkut anak ini. Aku melihatnya.
“Kau, dua bulan setelah ini kau pasti akan kembali jadi seperti dulu. Bersikap dingin, mengabaikanku, dan bermain dengan yeoja-yeoja diluar sana tanpa memikirkan aku, istrimu. Dan sekarang, kau mau punya anak? Pada akhirnya anak ini akan terlantar tanpa kasih sayang Appa-nya. Lahir tanpa kau disisinya, besar tanpa mengenalmu dengan baik dan akhirnya dia membencimu. Itulah kenyataanya, Jiyong-ssi. Itu kenyataan. Kau belum siap untuk jadi seorang Appa yang bertanggung jawab.” Aku melihat dia menunduk setelah mendengar semua ucapanku. “Dan aku. Aku akan pergi meninggalkanmu bersama dengan anakmu.” Lanjutku.
“Andwe! Andwe. Kau tidak boleh seperti itu. Kau tidak boleh pergi. Kau oksigen bagiku, jika kau pergi bagaimana aku bisa hidup? Kumohon jangan pergi.” Dia menarikku kedalam pelukannya. Dia memelukku erat.
“Jika kau tidak ingin seperti itu, maka inilah cara terbaik untuk dijalankan.”
“Aniyo, Chaerin-ah. Aku tidak ingin kau pergi, tapi juga tidak ingin kehilangan anak ini. Aku mencintaimu dan dia. Aku sangat mencintai kalian.” Dia mengecup bahuku.
Benarkah itu? “Maaf. Maafkan aku yang selama ini mengabaikanmu dan selalu meninggalkanmu, aku tau aku salah. Aku minta maaf Chaerin-ah. Jeongmal mianhae.” Bahuku basah, dia menangis. Seorang Kwon Jiyong menangisi kesalahannya. “Aku berjanji aku akan berubah. Demi kau, dan anak kita.” Dia melepas pelukannya lalu menatapku. Aku mengusap air mata dipipinya.
“Kau janji?” tanyaku meyakinkannya.
“Ne, aku janji.”
Aku tersenyum mendengarnya. “Aku memaafkanmu.” Aku tersenyum manis.
“Gomawo, Chaerin-ah. Gomawo.” Dia kembali memelukku erat. Aku harap dia benar-benar menepati janjinya ini.
*
*
*
*
*
-6 month later-
Seoul, 07.47 AM At Seoul International Hospital
“Chaerin-ah, lihat. Dia mirip sekali denganku kan?” Jiyong duduk disamping ranjangku. Dia menggendong bayi yang baru aku lahirkan ini dan tak henti-hentinya mengagumi ciptaan tuhan ini.
Bayi kami tertidur pulas setelah beberapa saat lalu aku susui. Wajahnya sangat tenang seperti malaikat, ya malaikat kecil kami. Jiyong tersenyum bahagia melihat anak ini, anak yang begitu mirip dengannya. “Ne, sangat mirip denganmu, Oppa.” Aku ikut tersenyum bahagia.
Dia menoleh kearahku lalu mengecup keningku cukup lama. “Gomawo, Chaerin-ah. Ini merupakan hadiah paling indah yang kau berikan padaku.” Ucapnya tulus. Aku tersenyum.
“Itu sudah kewajibanku untuk memberikanmu anak, Oppa.”
“Ya, kuharap anak ini tidak menuruni sifat playboy-mu itu.” Lanjutku menggodanya.
“Ya! Apa-apaan kau…” dia bicara dengan suara cukup kencang membuat bayi kecil kami menangis digendongannya. “Aigo aigo~ bagaimana ini Chaerin-ah, dia menangis. Apa yang harus aku lakukan? Sstt.. baby jangan menangis ne. Ayo diamlah~” aku terkekeh melihatnya sepanik ini saat bayi kami menangis kencang. Lihatkan, dia belum siap untuk jadi Appa. Bayinya menangis saja dia sepanik ini.
Disinilah kami, membuka lembaran baru kehidupan bersama anggota baru keluarga kecil kami yang belum diberi nama. Jiyong benar-benar menepati janjinya untuk berubah. Aku bahagia sekali melihatnya seperti ini, dia bahkan lebih baik dari sebelumnya dan ini berkat anak kami.
Walaupun aku sempat mengancamnya agar dia berubah. Dan tentang Donghae, aku sudah menjelaskan semuanya padanya. Tentang aku dan Jiyong, dan tentang kenapa kami menyembunyikan pernikahan kami. Untungnya dia mau mengerti dan tidak banyak tanya lagi. Kudengar sekarang Donghae sedang dekat dengan penggantiku dikantor bernama Im Yoon Ah. Baguslah, akhirnya dia mendapatkan pasangannya.
Kuharap kebahagiaan ini tak hanya sesingkat ini, aku ingin kebahagiaan selalu ada bersamaku, Jiyong, dan malaikat kecil kami. Dan semoga Jiyong tidak akan berubah lagi, selamanya dia akan seperti ini dan akan semakin baik lagi.
END
Ff lama yang saya posting ulang disini. Sudah pernah diterbitkan di fanpage Skydragon Fanfiction Indonesia di facebook dan di Wattpad dengan akun Vi_Agsh. Versi Wattpad adalah versi yang sudah di revisi dan di blog ini adalah versi original.
0 komentar:
Posting Komentar