Title : Already Gone
Author : Vi_Agsh
Length : Chaptered
Genre : Romance
Cast : Bigbang's G-Dragon & 2NE1's CL
*
*
*
*
*
Normal POV
“Oppa, aku hamil.” Bibir mungil itu berucap lantang pada seorang pria disampingnya. Mengabaikan sejenak makanan yang sedari tadi ada diatas meja.
Si pria terpaku, makanan yang ingin dimasukkan kemulutnya berhenti diudara tak sempat disuapkan. Pandangannya lurus kedepan entah memperhatikan apa.
Si pria terpaku, makanan yang ingin dimasukkan kemulutnya berhenti diudara tak sempat disuapkan. Pandangannya lurus kedepan entah memperhatikan apa.
“Oppa, gwenchanha?” Si wanita menginterupsi.
“Lanjutkan makanmu.” Ujar si pria dingin. Sangat dingin sampai bisa membekukan wanita itu seketika.
“Jingyo Oppa, aku hamil. Anakmu.” Ulangnya. Si pria lagi-lagi menghentikan kegiatannya dan membuang nafas panjang.
“Kubilang lanjutkan makanmu, Chaerin-ah. Kita akan membahas itu nanti.” Berkata dengan tegas lalu melanjutkan apa yang dilakukannya sebelumnya.
“Geurae.” Wanita bernama Chaerin itu melajutkan makannya atas suruhan Jiyong. Sudah tiga tahun ini mereka tinggal bersama sejak orang tua Chaerin meninggal dan semua harta dan perusahaan peninggalan orang tuanya diambil alih oleh keluarga Appa-nya. Untungnya Chaerin anak yang cerdas dan bisa dibilang terlalu genius hingga bisa melanjutkan pendidikannya dengan bantuan beasiswa yang didapatnya sejak masuk Junior High School.
Hebatnya dia bisa menyelesaikan pendidikannya di Senior High School hanya dalam waktu satu setengah tahun. Dia tidak melanjutkan ke universitas dan lebih memilih bekerja untuk membantu Jiyong memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Sedangkan Jiyong seorang anak yatim piatu yang sejak kecil terbiasa hidup mandiri, tidak pernah menyusahkan orang lain selagi dia bisa melakukan segala sesuatu sendiri.
Sedangkan Jiyong seorang anak yatim piatu yang sejak kecil terbiasa hidup mandiri, tidak pernah menyusahkan orang lain selagi dia bisa melakukan segala sesuatu sendiri.
Mereka sudah berteman sejak mereka masih kecil. Lebih tepatnya saat Chaerin berumur 8 tahun dan Jiyong 11 tahun. Saat itu Jiyong lewat disebuah taman yang biasa dilewatinya dan tidak sengaja melihat seorang gadis kecil yang menangis karna gugali yang susah payah didapatkannya jatuh.
Dengan senang hati Jiyong menghibur si gadis dan membelikannya gulali untuk mengganti gulali yang terjatuh padahal saat itu Jiyong hanya memiliki sedikit uang. Sejak saat itu Chaerin sering datang ketaman itu hanya untuk sekedar bertemu dengan Jiyong dan bermain bersama.
“Aku sudah selesai.” Chaerin bergumam. Jiyong menatap mangkuk berisi jjajangmyeon milik Chaerin. Masih banyak dan dia bilang sudah selesai. Jiyong yakin gadis itu hanya memakannya sedikit.
“Habiskan. Kau tidak tau berapa lama aku mengantri untuk mendapatkan makanan kesukaanmu ini? Lagipula tidak baik membuang-buang makanan.” Ujar si pria tegas lebih terkesan menyuruh. Chaerin sudah terbiasa dengan sikap Jiyong yang seperti ini karna memang dia orang yang dingin dan tegas.
“Tapi aku sudah kenyang, Oppa.” Rengek Chaerin manja. Tidak biasanya dia seperti ini. Ada apa dengannya? Apa karna…?
Jiyong mengangkat sebelah alisnya memperhatikan Chaerin yang bertingkah tidak seperti biasanya. Chaerin biasanya bersikap dewasa dan tidak pernah seperti ini.
Jiyong mengangkat sebelah alisnya memperhatikan Chaerin yang bertingkah tidak seperti biasanya. Chaerin biasanya bersikap dewasa dan tidak pernah seperti ini.
“Ada apa denganmu? Kau sehat?” Jiyong memperhatikan Chaerin dengan teliti.
“Aniya. Aku baik-baik saja. Memangnya aku kenapa?” Chaerin menyenderkan punggungnya pada sandaran kursi.
“Cepat selesaikan makanmu, biar aku mencuci mangkuknya.” Tidak memperhatikan wajah Jiyong yang semakin menatapnya dengan pandangan bingung dan dengan alis yang berkerut.
Chaerin mengambil ponselnya dan mulai mengotak-atiknya, entah apa yang dia lakukan Jiyong tidak ingin tahu.
“Cepat selesaikan makanmu, biar aku mencuci mangkuknya.” Tidak memperhatikan wajah Jiyong yang semakin menatapnya dengan pandangan bingung dan dengan alis yang berkerut.
Chaerin mengambil ponselnya dan mulai mengotak-atiknya, entah apa yang dia lakukan Jiyong tidak ingin tahu.
Chaerin menyenderkan kepalanya dibahu dan melingkarkan tangannya dipinggang Jiyong. Benar-benar bukan Chaerin yang biasanya, pikir Jiyong. Disebuah ruangan kecil terdapat sebuah tv usang dan sebuah sofa yang hanya bisa diduduki dua orang, dan disanalah mereka sekarang. Jiyong memeluk bahu Chaerin dengan sebelah tangannya sedangkan tangannya yang bebas menekan-nekan remote tv dengan asal. Chaerin tak terlalu peduli dengan tv yang channelnya berganti-ganti dengan random, dia hanya menikmati pelukan Jiyong.
“Sebenarnya ada apa denganmu, Chaerin-ah?” Jiyong melirik Chaerin dengan ekor matanya.
“Nan gwechanha, Oppa-ya~” ujarnya sambil mengeratkan pelukannya dibadan Jiyong.
U“Tapi kau bertingkah aneh dari tadi. Seperti bukan Chaerin yang biasanya.” Jiyong kembali menatap kearah tv. Hanya melihat, tidak menontonnya. Chaerin melepaskan pelukannya dan menatap Jiyong seksama.
“Benarkah aku seperti itu?” ucapnya polos sambil memasang wajah bak anak kecil. Lagi-lagi Jiyong menaikkan sebelah alisnya melihat tingkah Chaerin. “Apa mungkin ini karna anak kita?” sambil menyentuh perutnya yang masih rata. Walapun masih berusia tujuh minggu tapi Chaerin bisa merasakan ada sebuah nyawa didalam tubuhnya.
Chaerin menarik tangan Jiyong dan menyimpannya diperutnya. “Kau bisa merasakan anak kita?” Chaerin tersenyum manis sekali. Senyum yang selalu disukai Jiyong, apalagi setiap dia melihat matanya yang seolah ikut tersenyum. Sebenarnya belum saatnya Chaerin merasakan hal yang seperti ini mengingat usianya yang masih 18 tahun dan Jiyong 21 tahun. Saat orang lain masih sibuk bermain dengan teman-temannya, masuk universitas, kencan buta, atau pergi ke club malam, mereka malah sibuk mengurus keluarga. Ini akan jadi sangat berat untuk mereka berdua.
“Sudah malam. Cepatlah tidur, besok kau masih harus bekerja.” Jiyong menarik tangannya dari perut Chaerin membuat setitik kesedihan dihati gadis itu. Dia tidak mau terlanjur menyayangi anak didalam rahim Chaerin dan tidak rela jika anak itu pergi, tapi mereka harus melakukan itu.
Jiyong menganggap mereka belum siap untuk menjadi orang tua. Ya memang itulah kenyataannya, Chaerin terlalu muda untuk menjadi seorang ibu. “Heum.. Geurae, Oppa.” Dengan sedikit rasa kecewa dia melangkahkan kakinya menuju suatu ruangan disalah satu sudut rumah ini.
Jiyong menganggap mereka belum siap untuk menjadi orang tua. Ya memang itulah kenyataannya, Chaerin terlalu muda untuk menjadi seorang ibu. “Heum.. Geurae, Oppa.” Dengan sedikit rasa kecewa dia melangkahkan kakinya menuju suatu ruangan disalah satu sudut rumah ini.
*
*
*
*
*
Chaerin membolak-balik kertas dihadapannya membaca ulang materi untuk majalah yang akan terbit bulan depan. Sudah selesai dan siap untuk terbit, setelah ini dia bisa bersantai di café didekat kantornya. “Baby, ayo makan siang dengan Appa,” Chaerin tersenyum sembari mengusap perutnya. Gadis itu memeriksa tasnya mencari benda persegi yang sedari tadi diabaikannya karna sibuk dengan apa yang dikerjakannya. Menekan panggilan cepat nomor satu, Jiyong.
Jiyong tidak mengangkat panggilannya. Dia ada dimana? Bukankah ini sudah jam makan siang? Chaerin menekan angka satu dilayar ponselnya sekali lagi. “Chaerin-ah, mau apa kau menelepon?” setelah beberapa saat akhirnya orang diujung sana menerima panggilannya.
“Oppa, kau ada dimana? Ayo kita makan siang bersama.” Suara Chaerin terdengar ceria. “Aku tidak bisa. Aku sedang ada client sekarang.” Bipp. Jiyong memutuskan panggilan secara sepihak.
Chaerin mengernyit heran memandangi ponselnya. Jiyong kenapa? Tidak biasanya seperti ini. Selama ini Jiyong selalu menuruti keinginan Chaerin, termasuk untuk makan siang bersama walaupun jarak tempat kerja mereka berjauhan.
Tapi kali ini dia menolak dengan alasan masih ada pekerjaan seperti itu. Jiyong tidak pernah mengabaikannya, dia akan mencoba menghubungi Jiyong sekali lagi. Kembali terdengar nada sambung diponselnya.
Tapi kali ini dia menolak dengan alasan masih ada pekerjaan seperti itu. Jiyong tidak pernah mengabaikannya, dia akan mencoba menghubungi Jiyong sekali lagi. Kembali terdengar nada sambung diponselnya.
“Ada apa Chaerin-ah?” sebelum Chaerin sempat bicara Jiyong sudah lebih dulu bicara dengan nada yang sedikit membentak.
“Kau kenapa, Oppa? Kau ada masalah?” mencoba tidak ikut emosi Chaerin bertanya dengan lembut.
“Aku tidak bisa pergi makan siang bersamamu Chaerin-ah. Aku sedang ada meeting!” nada bicara Jiyong mulai meninggi.
Jiyong-ssi, ada apa?
suara seorang yeoja menginterupsi pembicaraan mereka. Selama ini Jiyong tidak pernah bersama seorang yeoja. Ah mungkin itu boss nya.
“Oppa, kenapa kau jadi marah-marah begini? Aku hanya ingin mengajakmu makan siang.” Chaerin benar-benar bingung dengan sikap Jiyong hari ini. Walaupun dia selalu bersikap dingin tapi tidak pernah sekalipun dia membentak Chaerin.
“Sudah kubilang kan aku tidak bisa pergi denganmu!! Aku banyak pekerjaan, aku sibuk!!” Bipp. Sambungan telepon diputus oleh Jiyong sebelum Chaerin sempat mengatakan apapun.
Chaerin menggengam ponselnya erat-erat. Dia tidak pernah sekalipun diperlakukan seperti ini oleh Jiyong. Tapi kali ini dia berbeda, seperti bukan Jiyong yang dia kenal dulu. Kalau memang dia sibuk dan banyak pekerjaan, tidak perlu sampai membentak seperti ini. Dia bisa bicara baik-baik ‘kan? Chaerin menarik nafas panjang dan membuangnya perlahan untuk menenangkan hati dan pikirannya.
Jika Jiyong tidak bisa menemaninya juga tidak apa-apa, dia bisa makan sendirian seperti hari-hari sebelumnya.
Jika Jiyong tidak bisa menemaninya juga tidak apa-apa, dia bisa makan sendirian seperti hari-hari sebelumnya.
*
*
*
*
*
“Ahh.. akhirnya aku bertemu denganmu, kasurku.” Chaerin membanting badannya kekasur meregangkan tubuhnya yang terlalu lelah karna terlalu lama duduk dibus. Entah kenapa hari ini semua jalanan macet hingga perjalanan dari kantor ke apartemen yang biasanya hanya memakan waktu dua puluh menit hari ini harus ditempuhnya selama sejam.
Ceklek!
Terdengar suara pintu terbuka. Siapa lagi jika bukan namja bernama Kwon Jiyong. Hanya mereka berdua yang tinggal diapartement kecil ini. Chaerin bergegas bangkit dari kegiatannya bersantai-santai sebelum Jiyong masuk kekamarnya. Dia belum siap bertemu dengan namja itu karna bentakan Jiyong tadi siang. Chaerin membuka heels hitamnya kemudian menyambar handuk lalu masuk kekamar mandi.
Dan benar saja tidak lama setelah Chaerin masuk kekamar mandi Jiyong masuk kamarnya untuk memeriksa apakah si empunya kamar ada atau tidak. Mendengar suara air dari arah kamar mandi Jiyong segera tahu jika Chaerin sudah pulang dan sedang membersihkan tubuhnya.
Chaerin keluar kamar dengan rambut yang basah dan mendapati Jiyong yang juga baru selesai mandi dan sedang menyiapkan makan malam mereka. Jika Chaerin tidak memasak memang Jiyong yang bertugas untuk membeli makan malam sambil pulang dari tempat kerjanya. Chaerin mendudukkan dirinya disalah satu kursi yang ada disana. Jiyong hanya diam saja, sibuk memindahkan apa yang dibelinya tadi kedalam wadah. Biasanya ada pembicaraan singkat diantara mereka, walaupun hanya sekedar bertanya bagaimana perkerjaan mereka hari ini atau apakah semuanya berjalan lancer ditempat kerja masing-masing. Tapi kali ini tidak ada sedikitpun. Chaerin pun terlalu takut membuka pembicaraan karna masih takut pada Jiyong.
Setelah selesai Chaerin segera mengambil sumpitnya mulai menyuapkan sushi yang dibeli Jiyong tadi karna memang dia sudah sangat lapar. Entah kenapa rasa laparnya tiba-tiba rasa laparnya hilang berganti rasa mual karna merasa sushi yang dibeli Jiyong beraroma sangat amis. Chaerin meletakkan sumpitnya kemudian bersandar dan memandangi makanan didepannya dengan pandangan ngeri. Kenapa makanan ini jadi terasa menjijikan seperti ini? Biasanya Chaerin tidak merasakan apapun tapi kenapa sekarang jadi begini?
Jiyong melanjutkan makannya dan tidak terlalu memperhatikan Chaerin. Dia hanya focus memandang makanan yang ada didepannya. “Oppa, aku mual.” Akhirnya Chaerin berani buka suara dan mengatakan apa yang dirasakannya pada Jiyong.
Si pria mengangkat kepalanya dan menoleh kearah Chaerin yang makannya yang setengahnya pun belum dihabiskan. “Kenapa kau tidak memakan makananmu?” Ujarnya.
“Aku merasa mual, Oppa. Aku tidak mau makanan ini.” Chaerin menjauhkan piring berisi sushi itu dari hadapannya.
“Jika kau tidak mau nanti akan kubuang.” Ucapnya dingin.
“Oppa, ada apa denganmu? Tidak biasanya kau seperti ini. Apa kau marah padaku?” Chaerin bertanya dan menghiraukan rasa mual yang masih sedikit terasa.
Jiyong lagi-lagi tidak menghiraukan Chaerin dan tetap melanjutkan kegiatannya. “Kenapa kau tidak menjawabku?” walaupun tidak ada jawaban dari Jiyong, Chaerin tetap saja berusaha bertanya. Berusaha agar Jiyong mengatakan apa kesalahannya yang sejujurnya dia benar-benar tidak tau apa salahnya.
Jiyong meneguk segelas air yang ada disamping mangkuknya. “Jawab aku Oppa. Kau marah padaku? Setidaknya katakan apa kesalahanku jadi aku bisa memperbaikinya. Apa salahku, Oppa?” mulai menarik-narik kaos dan lengan Jiyong, Chaerin bertanya bertubi-tubi menuntut jawaban Jiyong.
Brak!!
Emosi Jiyong tersalurkan melalui meja yang secara semena-mena dipukulnya. Kemudian berdiri dan memandang Chaerin dengan mata berkilat penuh emosi. “Kau bertanya apa kesalahanmu hah?!! Kau salah karna kau hamil! Tidak ada yang menginginkan anak itu! Baik kau, juga aku! Kehidupan kita terlalu sulit untuk ditambah dengan satu makhluk lagi dirumah ini! Tidak mengertikah kau, Chaerin?!”
Chaerin hanya bisa memandangi Jiyong dengan airmata yang sudah akan mengalir membasahi pipinya. “Kau kira karna siapa aku hamil hah?! Jadi kenapa aku yang disalahkan? Kenapa hanya aku yang salah, sedangkan kau yang sudah menanam benihmu didalam tubuhku?! Dasar brengsek!” plak! Air mata Chaerin tidak bisa lagi ia tahan ketika tangan Jiyong menamparnya dengan keras.
“Sebelumnya kau tidak pernah memperlakukan aku seperti ini. Apa yang membuatmu berubah?” Chaerin menatap Jiyong dengan tatapan nanar.
“Aku seperti ini karna anak sialan didalam rahimmu itu, bodoh! Sebaiknya kau gugurkan saja anak itu.” Jiyong sudah berbicara dengan nada biasa diakhir kalimatnya.
“Kau ingin membunuh anakmu sendiri?” Ucap Chaerin tidak percaya.
“Eoh. Karna itu yang terbaik untuk kita berdua. Kau mau menyia-nyiakan masa mudamu dengan mengurus anak? Diusia seperti ini harusnya kau masih bersenang-senang dengan temanmu dan mulai mengunjungi club malam, aku juga ingin menghabiskan masa mudaku dengan bersenang-senang. Kita belum siap untuk jadi orang tua.”
“Terbaik untuk kita berdua kau bilang? Ini hanya baik untukmu tapi tidak denganku! Jadi itu sebabnya kau menyuruhku menggugurkan anak ini? Jika kau tidak ingin aku hamil, jangan melakukan itu denganku dasar bangsat!” sebenarnya belum puas Chaerin memaki pria dihadapannya ini. Chaerin benar-benar tidak mengerti dengan jalan pemikiran lelaki ini. Ingin membunuh anaknya hanya karna belum siap jadi orang tua dan masih ingin bersenang-senang.
“Berani sekali kau bicara seperti itu padaku?!” Jiyong mulai membentak Chaerin lagi dan mengangkat tangannya hendak menampar Chaerin lagi tapi diurungkannya karna Chaerin terlihat ketakutan. “Gugurkan anak itu, Chaerin-ah.” Jiyong meredam emosinya.
“Sampai mati pun aku tidak mau!!” Chaerin bangkit dan berlari menuju kamarnya membanting pintu serta mengunci pintu. Chaerin bersandar dipintu kamarnya, badannya luruh kelantai karna kakinya sudah sangat lemas dan tidak kuat menahan beban tubuhnya.
Diluar kamar Chaerin, Jiyong masih memandangi pintu kamar Chaerin yang tertutup rapat namun ia masih bisa mendengar isakan dari dalam sana. Jiyong mengacak rambutnya gusar. Kenapa dia harus sekasar itu pada Chaerin?
Sebenarnya dia tidak bermaksud berkata sekasar itu, Jiyong hanya ingin Chaerin mengikuti apa yang dia inginkan. Dia hanya ingin Chaerin menggugurkan anak itu dan semuanya akan selesai lalu mereka bisa kembali seperti semula. Jiyong sadar betapa sulitnya hidup di zaman sekarang ini. Biaya hidup mereka saja dirasanya sudah sulit apalagi ditambah hadirnya seorang bayi. Tapi sekarang sudah terlambat, Jiyong sudah benar-benar menyakiti hati Chaerin. Jiyong duduk, menyanggah kepalanya dengan tangannya dan menunduk menatap meja makan benar-benar merasa frustasi.
Sebenarnya dia tidak bermaksud berkata sekasar itu, Jiyong hanya ingin Chaerin mengikuti apa yang dia inginkan. Dia hanya ingin Chaerin menggugurkan anak itu dan semuanya akan selesai lalu mereka bisa kembali seperti semula. Jiyong sadar betapa sulitnya hidup di zaman sekarang ini. Biaya hidup mereka saja dirasanya sudah sulit apalagi ditambah hadirnya seorang bayi. Tapi sekarang sudah terlambat, Jiyong sudah benar-benar menyakiti hati Chaerin. Jiyong duduk, menyanggah kepalanya dengan tangannya dan menunduk menatap meja makan benar-benar merasa frustasi.
To be continued...
Pernah di publish di fanpage Skydragon Fanfiction Indonesia. Cerita ini juga diposting di akun Wattpad oleh user BabuBohay.
0 komentar:
Posting Komentar